Forummuslim.org - Bagi KH Marzuki Mustamar, setia kepada Nahdlatul
Ulama (NU) bukannya tanpa alasan. Yang dipertaruhkan tidak hanya nama
besar para kiai pendiri jam'iyah ini, juga keberadaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia atau NKRI.
"Pendiri NU adalah para kiai dan ulama," kata Kiai Marzuki, sapaan
akrabnya Ahad (13/3). Merekalah yang berjuang dalam melawan penjajah,
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan khususnya terkait dasar negara
dengan landasan Islam, lanjutnya, saat menjadi nara sumber terakhir
kegiatan Dauroh Aswaja Internasional Lil Gawagis se-Jawa Timur di
Jalan Masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya.
Bahkan sebelumnya yakni saat pra kemerdekaan, para pejuang dan
pahlawan serta syuhada' tidak tehitung jumlahnya dalam berperang
dengan penjajah. "Ada Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, dan
sebagainya yang mereka telah mengorbankan harta hingga nyawa untuk
kemerdekaan ini," kata dosen Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim (UIN Maliki) Malang ini. Sehingga keberadaan NKRI ini dibangun
di atas tulang belulang para syuhada dan ulama, lanjutnya.
Karenanya sangat beralasan kalau kemudian NU sebagai organisasi sosial
keagamaan menerima Pancasila mengawali organisasi serupa di tanah air.
"Karena dari Pancasila telah tercakup seluruh pesan keagamaan yang
memang diperjuangkan oleh NU," terangnya.
Tentu saja NU dan kiai akan menolak ajakan sejumlah partai politik dan
ormas yang akan memperjuangkan negara Islam versi mereka. "Bagaimana
kita bisa percaya dengan golongan yang mewacanakan untuk mendirikan
negara Islam" katanya. Bukankah secara konsepsional, antara mereka
belum satu kata dalam memaknai negara Islam? Ada yang mendambakan
khilafah islamiyah jumhiriyah, mamlakah, imamiyah dan sebagainya.
"Ini belum termasuk membicarakan para pendiri organisasi dan partai
politik tersebut," sergahnya.
Kiai Marzuki kemudian mengajak para gus dan ning untuk membandingkan
ketokohan dan kelayakan Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari sebagai
pendiri NU dan ulama lainnya dengan para pendiri partai dan organisasi
keagamaan baru tersebut. "Kalau dibandingkan ya bainas sama' wa sumur
minyak," katanya sembari tertawa.
Di hadapan ratusan peserta yang hadir, Kiai Marzuki memastikan bahwa
di bawah NKRI, segala amaliyah dilindungi dengan baik. "Di Indonesia
tahlilan jalan, juga istigatsah, dibaan, barzanji, ziarah kubur dan
sejenisnya dilindungi," terangnya. Bagaimana kondisi yang sudah aman
dan tentram serta teruji ini akan diganti dengan model kepemimpinan
seperti khilafah dan sejenisnya. Siapa yang bisa menjamin bahwa
amaliyah warga NU akan terpelihara saat sistem pemerintahan di negeri
ini diganti.
"Saat saya hendak makan singkong, tiba-tiba ada teman yang mencegah
dan menyuruh membuang singkong yang sudah siap disantap," kata Kiai
Marzuki memberi tamsil. Sang teman kemudian menjanjikan akan
menyediakan roti dan makanan lezat yang lain. Akan tetapi makanan
lezat yang disampaikan hanya janji bahkan tidak pernah ada. "Kalau
saya menerima tawaran itu kan berarti bodoh?" sergahnya.
Itulah perumpamaan kalau kemudian Indonesia akan diubah dengan sistem
lain. "Bagaimana mungkin warga NU dan mayoritas umat Islam akan
menerima sistem baru yang belum teruji dengan membuang sistem
pemerintahan yang telah menjamin banyak hal?" katanya dengan nada
bertanya.
Mantan Rais PCNU Kota Malang ini memang tidak menampik kalau sistem
Pancasila ada kekurangan. "Tapi kita telah diajarkan oleh salafus
shalih bahwa apa yang tidak dapat diraih seluruhnya, maka jangan
ditinggalkan semuanya," katanya. Jangan karena sistem belum sempurna
maka akan diganti dengan sistem baru, apalagi memang belum teruji,
lanjutnya.
"Dengan sejumlah alasan tersebut, tidak ada pilihan bagi warga NU
kecuali semakin mantap dalam berjam'iyah serta kukuh menjaga negeri
ini bahkan dikatakan bahwa NKRI harga mati," pungkasnya. (NU)
Ulama (NU) bukannya tanpa alasan. Yang dipertaruhkan tidak hanya nama
besar para kiai pendiri jam'iyah ini, juga keberadaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia atau NKRI.
"Pendiri NU adalah para kiai dan ulama," kata Kiai Marzuki, sapaan
akrabnya Ahad (13/3). Merekalah yang berjuang dalam melawan penjajah,
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan khususnya terkait dasar negara
dengan landasan Islam, lanjutnya, saat menjadi nara sumber terakhir
kegiatan Dauroh Aswaja Internasional Lil Gawagis se-Jawa Timur di
Jalan Masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya.
Bahkan sebelumnya yakni saat pra kemerdekaan, para pejuang dan
pahlawan serta syuhada' tidak tehitung jumlahnya dalam berperang
dengan penjajah. "Ada Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, dan
sebagainya yang mereka telah mengorbankan harta hingga nyawa untuk
kemerdekaan ini," kata dosen Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim (UIN Maliki) Malang ini. Sehingga keberadaan NKRI ini dibangun
di atas tulang belulang para syuhada dan ulama, lanjutnya.
Karenanya sangat beralasan kalau kemudian NU sebagai organisasi sosial
keagamaan menerima Pancasila mengawali organisasi serupa di tanah air.
"Karena dari Pancasila telah tercakup seluruh pesan keagamaan yang
memang diperjuangkan oleh NU," terangnya.
Tentu saja NU dan kiai akan menolak ajakan sejumlah partai politik dan
ormas yang akan memperjuangkan negara Islam versi mereka. "Bagaimana
kita bisa percaya dengan golongan yang mewacanakan untuk mendirikan
negara Islam" katanya. Bukankah secara konsepsional, antara mereka
belum satu kata dalam memaknai negara Islam? Ada yang mendambakan
khilafah islamiyah jumhiriyah, mamlakah, imamiyah dan sebagainya.
"Ini belum termasuk membicarakan para pendiri organisasi dan partai
politik tersebut," sergahnya.
Kiai Marzuki kemudian mengajak para gus dan ning untuk membandingkan
ketokohan dan kelayakan Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari sebagai
pendiri NU dan ulama lainnya dengan para pendiri partai dan organisasi
keagamaan baru tersebut. "Kalau dibandingkan ya bainas sama' wa sumur
minyak," katanya sembari tertawa.
Di hadapan ratusan peserta yang hadir, Kiai Marzuki memastikan bahwa
di bawah NKRI, segala amaliyah dilindungi dengan baik. "Di Indonesia
tahlilan jalan, juga istigatsah, dibaan, barzanji, ziarah kubur dan
sejenisnya dilindungi," terangnya. Bagaimana kondisi yang sudah aman
dan tentram serta teruji ini akan diganti dengan model kepemimpinan
seperti khilafah dan sejenisnya. Siapa yang bisa menjamin bahwa
amaliyah warga NU akan terpelihara saat sistem pemerintahan di negeri
ini diganti.
"Saat saya hendak makan singkong, tiba-tiba ada teman yang mencegah
dan menyuruh membuang singkong yang sudah siap disantap," kata Kiai
Marzuki memberi tamsil. Sang teman kemudian menjanjikan akan
menyediakan roti dan makanan lezat yang lain. Akan tetapi makanan
lezat yang disampaikan hanya janji bahkan tidak pernah ada. "Kalau
saya menerima tawaran itu kan berarti bodoh?" sergahnya.
Itulah perumpamaan kalau kemudian Indonesia akan diubah dengan sistem
lain. "Bagaimana mungkin warga NU dan mayoritas umat Islam akan
menerima sistem baru yang belum teruji dengan membuang sistem
pemerintahan yang telah menjamin banyak hal?" katanya dengan nada
bertanya.
Mantan Rais PCNU Kota Malang ini memang tidak menampik kalau sistem
Pancasila ada kekurangan. "Tapi kita telah diajarkan oleh salafus
shalih bahwa apa yang tidak dapat diraih seluruhnya, maka jangan
ditinggalkan semuanya," katanya. Jangan karena sistem belum sempurna
maka akan diganti dengan sistem baru, apalagi memang belum teruji,
lanjutnya.
"Dengan sejumlah alasan tersebut, tidak ada pilihan bagi warga NU
kecuali semakin mantap dalam berjam'iyah serta kukuh menjaga negeri
ini bahkan dikatakan bahwa NKRI harga mati," pungkasnya. (NU)
Komentar
Posting Komentar