Kaligrafi Nabi Muhammad SAW |
Forum Muslim - Sudah beberapa hari sejak membahas mengenai Siti Maimunah isteri Rasulullah SAW., saya tidak melihat ada berseliweran makalah atau status yang membela Nabi SAW. dalam kasus pernikahannya dengan Mariyah al-Qibtiyah. Saya rasa, tuduhan bahwa Nabi SAW. berzina dengan Mariyah, atau minimal melakukan hubungan dengan budaknya itu sangat keji.
Kenap keji? Ini bukan karena melakukan hubungan badan dengan seorang budak itu dilarang dalam Islam (sebagaimana syariah yang berlaku pada Nabi Ibrahim dan Nabi Sulaiman), tetapi karena perbudakan adalah sesuatu yang ditentang oleh Rasulullah SAW., dimana Rasulullah SAW. adalah pembebas budak terbesar sepanjagn sejarah kemanusiaan. Pun Rasulullah SAW. menurut riwayat banyak hadis bukanlah orang yang gemar memerintahkan ini dan itu agar keperluan pribadinya terpenuhi. Ini bisa dilihat dari hari hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik.
Baiklah, kita akan membuktikan bahwa Mariyah al-Qibtiyah bukanlah seorang budak.
Pertama, Mariyah al-Qibtiyah tetap menjadi budak tanpa dinikahi oleh Rasulullah SAW. itu bertentangan dengan sifat Rasulullah SAW. sebagai pembebas budak-budak. Artinya, jika demikian, Mariyah al-Qibtiyyah adalah satu-satunya orang yang tetap menjadi budak di tengah-tengah para budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah SAW.
Keadaan ini sudah pasti bertentangan dengan syariah Islam yang diajarkan oleh Nabi SAW. bahwa Islam secara bertahap menentang perbudakan dengan menjadikannya sebagai penebus dosa-dosa seperti sumpah palsu, pembunuhan yang tidak sengaja, dan dzihar (menyamakan istri dengan ibu). Sedangkan Nabi SAW. adalah pembebas perbudakan terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan, yaitu membebaskan sekitar 63 jiwa sebesar umurnya yang mulia. Diantara budak-budak yang dibebaskan oleh Nabi SAW. adalah pengasuhnya Ummu Aiman yang diwariskan oleh ayahnya, Zaid, dan Usamah yang diangkat sebagai anaknya. Bahkan keduanya adalah orang-orang hebat di kalangan Sahabat Nabi. Lalu, apa alasannya Nabi SAW. menyisakan Mariyah al-Qibtiyyah seorang dari kasih sayang Nabi SAW. yang mulia ini? Dalam hal ini Shahih Bukhari menafikan pengecualian ini bahwa Nabi SAW. tidak meninggalkan apa pun saat wafatnya baik dirham, dinar, budak laki-laki maupun perempuan.
لم يترك عند وفاته درهمًا ولا دينًارا ولا عبدًا ولا جارية
Kedua, jika Mariyyah al-Qibtiyyah adalah budak Nabi SAW., maka seharusnya—seperti halnya semua budak—wajib baginya ditempatkan di salah-satu rumah Nabi SAW. untuk membantu segala keperluan Nabi SAW. Atau setidaknya dipekerjakan untuk membantu Nabi SAW. secara personal. Tetapi, nyatanya Nabi SAW. tidak melakukannya, tetapi Nabi SAW. menempatkannya di rumah salah-satu Sahabatnya Ummu Sulaim binti Malhan. Nabi SAW. pun menafkahinya dengan sempurna seperti beliau menafkahi istri-istrinya. Bahkan Nabi SAW. menyediakan pembantu untuk Mariyyah al-Qibtiyyah yang bernama Mabura. Pertanyaanya, bagaimana mungkin seorang budak tapi memiliki budak? Anda mau menamakan apa fenomena ini?
Ketiga, Nabi SAW. wajib menutup wajah isteri-isterinya dengan niqab—ini adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh isteri-isteri Nabi SAW. saja seperti halnya haram atas isteri-isterinya itu untuk menikah setelah Nabi SAW—sebagaimana cuplikan hadis berikut ini:
إن حجبها فهي من أمهات المؤمنين وإن لم يحجبها فهي مما ملكت يمينه فلما ارتحل وطى لها خلفه ومد الحجاب بينها وبين الناس
Keempat, Nabi SAW. berwasiat kepada para Sahabat:
إِنَّكُمْ سَتَفْتَحُونَ مِصْرَ وَهِى أَرْضٌ يُسَمَّى فِيهَا الْقِيرَاطُ فَإِذَا فَتَحْتُمُوهَا فَأَحْسِنُوا إِلَى أَهْلِهَا فَإِنَّ لَهُمْ ذِمَّةً وَرَحِمًا أَوْ قَالَ ذِمَّةً وَصِهْرًا
Kalian suatu saat akan membebaskan Mesir, yaitu tanah yang menggunakan nama qirath, maka berbuat baiklah kepada penduduknya, sebab kalian mempunyai hutang kehormatan dan kekeluargaan (perbesanan)." (Riwayat Muslim)
Saat bepergian ke Mesir pada saat kekuasaan Amru bin al-Ash, Ubbadah bin Shamit mencari desa Hifn (tempat kelahiran Mariyah al-Qibtiyyah) dan membangun mesjid di sana, yang dinamakan dengan Mesjid Sayed Ubadah, dan desanya dinamakan dengan Desa Syaikh Ubadah. Pertanyaannya adalah: apakah layak desa ini dimuliakan sedemikian rupa oleh Nabi SAW—dan dengan demikian oleh para Sahabatnya—atas alasan bahwa desa ini adalah desa tempat kelahiran seorang budak?
Kelima, dalam kitab Nisa’ Haula al-Rasul oleh Mahmud Mahdi, sebagaimana dalam Muntakhab Min Kitab Azwaj al-Nabiy oleh Ibnu Zubalah (sejarawan pertama di Madinah al-Munawwarah) disebutkan bahwa al-Muqawqis di dalam suratnya menyatakan frasa begini:
لهما مكان من القبط عظيم
“Mereka (Mariyah al-Qibtiyah dan Sirin) memiliki kedudukan agung di Mesir.”
Pertanyaannya: sejak kapan seorang raja menyerahkan budak kepada orang lain yang berasal dari orang yang sangat dimuliakan di negaranya?
Keenam, coba bacalah surat dari Muqawqis kepada Nabi SAW ini, coba lihat apa yang akan Anda dapatkan:
بسم الله الرحمن الرحيم لمحمد بن عبد الله من المقوقس عظيم القبط, سلام, أما بعد. فقد قرأت كتابك وفهمت ما تدعوا اليه وقد علمت أن نبيا قد بقي, وقد كنت أظن أنه يخرج بالشام, وقد أكرمت رسولك, وبعثت اليك بجاريتين لهما مكان فى القبط عظيم. وكسوة. وقد أهديت لك بغلة تركبها. والسلام.
“Bismillahirrahmanirrahim, untuk Muhammad bin Abdillah, dari al-Muqawqis, pembesar Mesir. Salam. Amma Ba’du. Saya telah membaca tulisanmu, dan memahami apa yang engkau dakwahkan. Aku mengetahui bahwa seorang nabi telah ada. Padahal awalnya aku mengira nabi itu berasal dari Syam. Aku telah memuliakan utusanmu. Aku juga mengutus (ingat ya kata-kata ini “mengutus”) kepadamu 2 orang jariyah (jariyah di dalam al-Qamus al-Muhith bermakna gadis). Mereka adalah orang besar di Mesir. Dan kiswah. Aku juga menghadiahkan kepadamu baghlah (kuda seperti keledai) untuk ditunggangi. Wassalam.”
Seharusnya Anda bisa membedakan antara “menghadiahkan” keledai dengan “mengutus” dua orang gadis pembesar Mesir. Makanya, Ibnu Zubalah memasukkan Mariyah al-Qibtiyah sebagai salah-satu dari istri-istri Nabi SAW. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya pun mengatakan bahwa Nabi SAW. memerdekakan Mariyah al-Qibtiyah lalu menikahinya. Adapun yang mengatakan bahwa Mariyah al-Qibtiyah masih beragama Nashara saat dinikahi Nabi SAW., itu adalah pendapat yang salah, karena saat wafatnya, Umar dan para Sahabat besar menyalati Mariyah al-Qibtiyah.
Lalu, saat menjelang wafatnya, Rasulullah SAW. memerintahkan Mariyah al-Qibtiyah untuk beriddah 3 kali haidh.
عن عطاء قال أمرت أم ولد النبي صلى الله عليه وسلم مارية أن تعتد ثلاث حيض
Dari Atha’ bahwasannya Mariyah al-Qibtiyah diperintahkan untuk beriddah 3 kali haidh.
أخبرنا محمد بن عمر عن الوليد بن مسلم عن سعيد بن عبد العزيز عن عطاء أن مارية لما أن توفي النبي صلى الله عليه وسلم اعتدت ثلاث حيض
Dari Atha’ bahwasannya Mariyah al-Qibtiyah saat Nabi SAW. wafat beriddah 3 kali haidh.
Sedangkan, bagi Anda yang mengerti fiqih, aturannya adalah bagi seorang budak talaqnya adalah 2 kali, sedangkan masa iddahnya adalah 2 kali haidh.
عن عمر رضي الله عنه وعائشة وعطاء والزهري وإسحاق: طلاق الأمَة تطليقتان، وعدتها حيضتان.
Dari Umar, Aisyah, Atha’, al-Zuhri, dan Ishaq, “Thalaqnya seorang budak adalah di kali, sedangkan iddahnya adalah 2 haidh.”
Sampai di sini saya harap sudah jelas bahwa sayyidah Mariyah al-Qibthiyah bukanlah seorang budak. Memang, di dalam matan-matan hadis (seperti matan hadis Atha’ ini) disebut bahwa Mariyah al-Qibtiyah adalah ummu walad atau budak. Tetapi, saya rasa itu adalah julukannya sejak pertama kali dia datang. Saya seyakin ini karena dalam matan yang sama disebutkan di situ frasa an ta'tadda tsalatsa haidh (beriddah 3 kali haidh). Toh juga sudah dibuktikan dari sejak awal Nabi SAW. memberinya niqab dan seterusnya. Para sahabat pun akhirnya mengerti bahwa Mariyah al-Qibtiyah adalah isteri Nabi SAW. Ibnu Zubalah pun menggelarinya dengan gelar alaihimassalam untuk Mariyah al-Qibtiyah dan anaknya Ibrahim bin Muhammad SAW.
Mohon kerelaan doanya untuk saya dan keluarga. Sukses selalu untuk Anda semua. (Sumber :
Khoiron Mustafit Alwie)
Komentar
Posting Komentar