Imam Ma’arif - File NU |
“Ini, ini lho Kiai Adlan Aly,” kata pria berambut gondrong bernama Imam Ma’arif itu sebelum pembukaan pameran tunggal Sang Kekasih karya pelukis Nabila Dewi Gayatri di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (8/5) yang diresmikan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
Kemudian dia menceritakan bahwa di tahun 80-an, ia adalah satrinya Kiai Adlan Aly. Ia belajar menghafalkan Al-Qur’an langsung kepada kiai itu.
“Dia kan kalau ngajar, sembilan orang enam orang berada di hadapannya. Kalau salah tangannya berbunyi, tek, tek. Tangan ke meja. Berarti salah,” katanya.
Sampai saat ini, ia mengakui kehebatan konsentrasi Kiai Adlan. Karena dalam satu waktu, ia bisa menyimak beberapa santri yang membaca Al-Qur’an secara bersamaan, padahal ayat yang dibaca berbeda. Namun, Kiai Adlan mampu membagi konsentrasinya sehingga bacaan salah diketahuinya.
Menurut dia, waktu itu, tidak banyak yang santri yang diajari langsung Kiai Adlan. Kebanyakan ditangani santri senior murid Kiai Adlan. Sementara dia bersama beberapa temannya langsung ditangani Kiai Adalan.
Suatu ketika, selepas maghrib, dia bersama sembilan temannya membacakan hafalan masing-masing. Tentu dengan ayat berbeda. Tiba-tiba, tangan Kiai Adlan berbunyi. Imam tidak merasa bacaannya salah. Ia melanjutkan bacaannya. Tapi tangan Kiai Adlan berbunyi lagi. Ia melanjutkan lagi. Tapi lagi-lagi tangan Kiai Adlan berbunyi.
“Tangan Kiai Adlan berunyi tiga kali dan saya tidak tahu letak kesalahannya. Saya membacakan surat Al-Baqarah akhir. Saya masih kecil, Tsanawiyah,” jelasnya. “Namanya orang takut, campur keringetan. Kan jarang-jarang langsung kiai besar seperti dia,” lanjutnya.
Lalu, karena dia masih melanjutkan bacaan, tanpa diduga, Kiai Adlan menarik kepalanya. Kemudian meludahi telinga Imam. Lalu ia diberi tahu santri lain agar mundur karena bacaannya keliru.
“Ha…ha..ha..,” dia kembali tertawa mengenang peristiwa itu. “Gila lho, kiai bisa membagi konsentrasi sampai enam sembilan bacaan di waktu yang sama,” katanya (NU)
Komentar
Posting Komentar