Bagaimanakah hukum suami yang mentalak istrinya, yang ucapan talaknya
disampaikan lewat orang lain untuk menyampaikan talaknya kepada
istrinya. Apakah jatuh talaknya?
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa talak adalah perkara
yang halal namun tidak tidak disukai Allah SWT. Kendati demikian,
talak dianggap sebagai solusi terakhir untuk memecah kebuntuan
persoalan yang menimpa pasangan suami-istri.
Sampai pada titik ini sebenarnya tidak ada persoalan. Namun yang
menjadi ganjalan adalah bagaimana jika cara menalak istrinya melalui
orang lain. Tentu hal ini layak untuk dipertanyakan. Pertanyaan memang
bukan terkait soal kepantasan, tetapi lebih pada soal boleh atau tidak
boleh.
Sebagai pintu masuk untuk menjawab hal ini adalah terkait dengan
wakalah atau perwakilan. Dalam konsep wakalah terdapat pihak yang
mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakil). Di samping itu
juga adanya tindakan atau perbuatan yang diwakilkan oleh muwakkil
kepada wakil.
Jika mengacu kepada pertanyaan di atas, maka tampak jelas bahwa suami
sebagai pihak yang hendak menceraikan istri mewakilkan kepada pihak
lain untuk menyampaikan talak kepada istrinya.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah boleh penyampaian talak
diwakilkan melalui pihak lain?
Para pakar hukum Islam (fuqaha`) menyatakan kebolehan untuk mewakilkan
penyampaian talak melalui orang lain.
Argumen yang diajukan untuk mendukung kebolehan ini adalah adanya
kebutuhan atau hajah sebagaimana kebolehan mewakilkan dalam akad
jual-beli dan nikah karena adanya hajah :
وَيَجُوزُ التَّوْكِيلُ فِي عَقْدِ النِّكَاحِ لِمَا رَوَي أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَكَّلَ عَمْرَو بْنَ أُمَيَّةَ
الضَّمْرِيِّ فِي نِكَاحِ أُمِّ حَبِيبَةَ وَيَجُوزُ فِي الطَّلَاقِ
وَالْخُلْعِ وَالْعِتَاقِ لِاَنَّ الْحَاجَةَ تَدْعُو إِلَى التَّوْكِيلِ
فِيهِ كَمَا تَدْعُو إِلَى التَّوْكِيلِ فِي الْبَيْعِ وَالنِّكَاحِ
Artinya,
"Boleh untuk mewakilkan dalam akad nikah karena ada riwayat yang
menyatakan bahwa Nabi SAW pernah mewakilkan kepada Amr Ibn Ummayah
Adl-Dlamri dalam pernikahan beliau dengan Ummu Habibah. (Begitu juga)
boleh mewakilkan dalam menalak, khulu`, dan membebaskan budak karena
adanya kebutuhan untuk mewakilkan sebagaimana kebutuhan mewakilkan
dalam akad jual-beli dan nikah," (Lihat Abu Ishaq Asy-Syirazi,
Al-Muhadzdzab fi Fiqhil Imamis Syafi'i, Beirut, Darul Fikr, tanpa
tahun, juz I, halaman 380).
Berangkat dari penjelasan singkat ini, tampak jelas kebolehan untuk
menyampaikan talak atau mewakilkannya melalui orang lain. Kebolehan
ini dianalogikan (qiyas) dengan kebolehan mewakilkan dalam akad
jual-beli dan nikah.
Hindari talak sedapat mungkin karena merupakan hal yang Allah tidak
menyukainya. Jika terpaksa melakukannya, maka lakukan dengan cara-cara
yang baik (ma'ruf).
(Mahbub Maafi Ramdlan - nu.or.id)
disampaikan lewat orang lain untuk menyampaikan talaknya kepada
istrinya. Apakah jatuh talaknya?
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa talak adalah perkara
yang halal namun tidak tidak disukai Allah SWT. Kendati demikian,
talak dianggap sebagai solusi terakhir untuk memecah kebuntuan
persoalan yang menimpa pasangan suami-istri.
Sampai pada titik ini sebenarnya tidak ada persoalan. Namun yang
menjadi ganjalan adalah bagaimana jika cara menalak istrinya melalui
orang lain. Tentu hal ini layak untuk dipertanyakan. Pertanyaan memang
bukan terkait soal kepantasan, tetapi lebih pada soal boleh atau tidak
boleh.
Sebagai pintu masuk untuk menjawab hal ini adalah terkait dengan
wakalah atau perwakilan. Dalam konsep wakalah terdapat pihak yang
mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakil). Di samping itu
juga adanya tindakan atau perbuatan yang diwakilkan oleh muwakkil
kepada wakil.
Jika mengacu kepada pertanyaan di atas, maka tampak jelas bahwa suami
sebagai pihak yang hendak menceraikan istri mewakilkan kepada pihak
lain untuk menyampaikan talak kepada istrinya.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah boleh penyampaian talak
diwakilkan melalui pihak lain?
Para pakar hukum Islam (fuqaha`) menyatakan kebolehan untuk mewakilkan
penyampaian talak melalui orang lain.
Argumen yang diajukan untuk mendukung kebolehan ini adalah adanya
kebutuhan atau hajah sebagaimana kebolehan mewakilkan dalam akad
jual-beli dan nikah karena adanya hajah :
وَيَجُوزُ التَّوْكِيلُ فِي عَقْدِ النِّكَاحِ لِمَا رَوَي أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَكَّلَ عَمْرَو بْنَ أُمَيَّةَ
الضَّمْرِيِّ فِي نِكَاحِ أُمِّ حَبِيبَةَ وَيَجُوزُ فِي الطَّلَاقِ
وَالْخُلْعِ وَالْعِتَاقِ لِاَنَّ الْحَاجَةَ تَدْعُو إِلَى التَّوْكِيلِ
فِيهِ كَمَا تَدْعُو إِلَى التَّوْكِيلِ فِي الْبَيْعِ وَالنِّكَاحِ
Artinya,
"Boleh untuk mewakilkan dalam akad nikah karena ada riwayat yang
menyatakan bahwa Nabi SAW pernah mewakilkan kepada Amr Ibn Ummayah
Adl-Dlamri dalam pernikahan beliau dengan Ummu Habibah. (Begitu juga)
boleh mewakilkan dalam menalak, khulu`, dan membebaskan budak karena
adanya kebutuhan untuk mewakilkan sebagaimana kebutuhan mewakilkan
dalam akad jual-beli dan nikah," (Lihat Abu Ishaq Asy-Syirazi,
Al-Muhadzdzab fi Fiqhil Imamis Syafi'i, Beirut, Darul Fikr, tanpa
tahun, juz I, halaman 380).
Berangkat dari penjelasan singkat ini, tampak jelas kebolehan untuk
menyampaikan talak atau mewakilkannya melalui orang lain. Kebolehan
ini dianalogikan (qiyas) dengan kebolehan mewakilkan dalam akad
jual-beli dan nikah.
Hindari talak sedapat mungkin karena merupakan hal yang Allah tidak
menyukainya. Jika terpaksa melakukannya, maka lakukan dengan cara-cara
yang baik (ma'ruf).
(Mahbub Maafi Ramdlan - nu.or.id)
Komentar
Posting Komentar