PAGI di awal Maret 2015, Yesi Elizah (18)
sudah berada di warung mie ayam
dagangannya yang berada tepat di depan
Balai Desa Tengengkulon, Kecamatan Siwalan,
Kabupaten Pekalongan. Seperti biasa, Yesi
akan melakukan aktivitas ini mulai dari siang
hingga malam hari.
sudah berada di warung mie ayam
dagangannya yang berada tepat di depan
Balai Desa Tengengkulon, Kecamatan Siwalan,
Kabupaten Pekalongan. Seperti biasa, Yesi
akan melakukan aktivitas ini mulai dari siang
hingga malam hari.
Namun siapa sangka, gadis cantik penjual mie
ayam ini ternyata memiliki cita-cita menjadi
dokter. Ia yang begitu mahir membuat mie
ayam untuk para pembeli di warungnya,
sempat bermimpi ingin menjadi dokter ketika
masih duduk di bangku sekolah. Tapi sayang,
impiannya untuk merajut cita-cita pupus
lantaran terbentur biaya.
Iya, warga Desa Tegalontar, RT 01/10
Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan
ini tidak dapat melanjutkan sekolah setelah
lulus SMP karena tidak memiliki biaya.
Kendati telah lama tidak merasakan bangku
sekolah, Yesi tetap menyimpan keinginan
untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi.
“Mau sekolah tinggi, dulu putus sekolah
karena tidak punya biaya. Malahan, dua kakak
saya cuma lulus sekolah dasar,” kata gadis
itu dengan lugu.
Terkadang, ia merasa iri dengan teman-teman
sebayanya yang sebagian besar dapat
melanjutkan sekolah. Gadis yang sebenarnya
haus akan ilmu pengetahuan itu menyatakan,
tidak akan menyia-nyiakan jika kembali
mendapat kesempatan untuk melanjutkan
sekolah ke jenjang lebih tinggi.
“Kalau ada kesempatan, sebenarnya saya
ingin melanjutkan ke SMK. Karena biar
gampang cari kerja,” ungkap dia sembari
mengaduk-aduk mie yang telah ia masukan ke
dalam air mendidih itu.
Setiap hari, dengan menjual mie ayam, ia
mampu memperoleh penghasilan kotor
sebesar Rp 300 ribu. “Semangkoknya saya
jual Rp 6 ribu, ada es buah juga harganya
sama Rp 6 ribu per mangkok,” terangnya Yesi.
Sementara ayah kandung Yesi, Darpari (48)
mengakui, tidak memiliki biaya untuk
menyekolahkan anak ketiganya tersebut.
Sehari-hari, Darpari hanya menjual es cendol
keliling menggunakan sepeda. Dengan
pekerjaan seperti itu, hasil uangnya tidak
mencukupi untuk biaya sekolah Yesi.
“Inginnya sih Yesi saya sekolahkan, tapi saya
tidak punya uang untuk biayai sekolah,”
celetuk ayah empat anak itu.
Adik Yesi, juga masih duduk di bangku
sekolah dasar. Sedangkan dua orang
kakaknya, hanya sekolah hingga kelas 6 SD.
Saat ini, kedua kakanya berprofesi menjadi
penjual tempe setelah mereka lulus dari
sekolah dasar. (*)
Sumber : RadarPekalongan
Komentar
Posting Komentar