Dewan Pakar Aswaja NU Center Jawa Timur KH Muhammad Idrus Ramli
selama ini sangat keras menyerang Syiah dan Wahabi. Ia bahkan sering
terang-terangan menuding Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj
berparadigma dan membela Syiah. Tapi anehnya gerakan-gerakan Kiai
Idrus Ramli malah dituding dibiayai Syiah.
"Ada yang melaporkan saya kepada Rais Syuriah PWNU kalau saya dibiayai
Syiah," kata Kiai Idrus Ramli kepada BANGSAONLINE.com.
"Kan aneh. Seharusnya orang yang membela Syiah yang dituduh dibiayai
Syiah," imbuhnya.
Menurut dia, orang yang melaporkan itu menyatakan, jika dirinya
menyerang Syiah, maka yang membiayai adalah Wahabi. Tapi kalau dirinya
menyerang Wahabi, maka yang membiayai adalah Syiah.
"Padahal saya tak pernah membela Syiah dan Wahabi," katanya. "Kalau
seandainya saya menyerang Wahabi dan membela Syiah karuan saya dibayar
Syiah. Atau saya menyerang Syiah dan membela Wahabi, wajar saya
dibiayai Wahabi. Tapi saya kan tak pernah membela Syiah dan Wahabi,"
jelasnya.
Sebelumnya ia pernah bercerita kalau pernah diundang kelompok Wahabi
sebagai pembicara. "Mereka tidak berani dialog sendiri dengan Syiah,
kita yang disuruh ngomong," katanya.
Ia diminta menjelaskan kesalahan-kesalahan Syiah dan ia pun
melakukanya. Syiah tidak hanya salah dalam berakidah, tetapi juga
beribadah. "Syiah itu salatnya tiga waktu dan salat Jum'at tidak
wajib. Jika salat tangan mereka begini (tegap dan tidak bersedekap),"
katanya.
Tapi ia tidak tahan juga menjelaskan kesalahan-kesalahan Wahabi. "Maka
kita jangan ragu mengatakah Wahabi itu bukan ahlussunnah wal jamaah,
kenapa? Karena meskipun mereka mengambil hadits Bukhari dan Muslim,
hadits yang dipilih hanya yang sesuai dengan kepentingannya. Mereka
hanya mengambil hadits 'Kullu bid'atin dholalah'. Hadits yang diambil
cuma satu, yang lain tidak. Saya katakan anda bukan ahli hadits, tapi
ahli hadats (ahli membid'ahkan, red)," katanya.
"Setelah dialog itu saya ditanya oleh seorang wartawan dari Wahabi.
Kenapa anda menyerang Wahabi juga? Bukannya musuh kita Syiah? Saya
menjawab, oh saya tidak menyerang. Saya hanya merespon. Mengapa saya
tidak menyerang? Karena merespon saja sudah cukup. Saya tegaskan
kepada wartawan itu, saya tidak menyerang Wahabi, karena serangan
belum dimulai," katanya.
Menurut dia, Syiah dan Wahabi itu sangat anti NU. Kelompok Syiah tidak
suka dengan para sahabat Nabi yang disimbolkan dengan kebencian mereka
kepada tiga sahabat utama Nabi yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman.
Sementara kelompok Wahabi tidak suka tradisi, tidak suka istighatsah,
tidak suka berdzikir seperti yang sudah dijalankan oleh umat Islam
Nusantara.
Dari sini lah para ulama mengembangkan syair khusus yang selain berisi
dzikir juga berisi puji-pujian kepada para sahabat Nabi, termasuk
Sayyidina Ali dan Fatimah binti Rasul.
"Astaghfirullah robbal baroya. Astaghfirullah minal khothoya. Robbi
zidni ilman nafi'a. Wawafiqni amalan sholiha. Ya Allahu ya Muhammad ya
Aba Bakar ya Shiddiq, ya Umar Usmanu Ali, Siti Fatimah binti Rosuli."
Syair ini sekaligus merupakan penegasan bahwa ulama Nusantara
berhadapan dengan Wahabi dan Syiah sekaligus.
"Saya berkeliling dari Sabang sampai Merauke, dzikir dan puji-pujian
seperti ini ada di masjid-masjid dan musholla," katanya. Ia mengajak
para jamaah berdzikir. Ia pun memulai dan semua pun larut dalam
dzikir.
Apa kunci sukses penyebaran Islam di Indonesia? Tidak lain karena para
penyebar Islam sangat menghargai tradisi Islam. Menurut Idrus Ramli,
tradisi yang baik menjadi salah satu sumber hukum Islam. Beberapa
ibadah umat Islam yang diajarkan Nabi juga merupakan peninggalan dari
agama Yahudi dan orang-orang zaman jahiliyah.
Demikilanlah juga yang dijalankan oleh para penyebar Islam di
Indonesia. Berbagai tradisi yang dijalankan oleh penduduk Nusantara
seperti upacara kehamilan, kelahiran, dan kematian diislamisasi
sedemikian rupa oleh para penyebar Islam di Indonesia.
"Tradisi yang sudah dijalankan itu diislamisasi. Dulu kalau ada orang
meninggal, para tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka makan-makan,
ada yang sambil minum-minum dan bermain judi. Kemudian oleh para ulama
kita kumpul-kumpul ini diisi dengan berdzikir dan berdoa," katanya.
Jika tradisi yang berlaku itu tidak bisa diislamisasi, maka yang
dilakukan para ulama adalah meminimalkan mudaratnya. Ia mencontohkan
tradisi buang kepala kerbau atau sapi untuk menghindari bencana gunung
merapi. Menurut Ustadz Idrus, orang-orang dulu membuang gadis untuk
menolak bencana.
"Oleh ulama kita, upacara membuang gadis ini diganti dengan membuang
kepala kerbau. Lagi pula di negara-negara tetangga kepala kerbau tidak
dimakan, hanya di Indonesia saja semua dimakan, karena kita ini memang
kreatif," katanya.
Semua tradisi baik yang sudah diislamisasi itu juga mempunyai dasar
legitimasi dari Al-Qur'an dan Hadits atau dari para Sahabat Nabi.
"Jika ada yang tidak tahu dasarnya berarti ngaji dia belum sampai ke
situ," katanya.
(sumber BANGSAONLINE.com)
selama ini sangat keras menyerang Syiah dan Wahabi. Ia bahkan sering
terang-terangan menuding Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj
berparadigma dan membela Syiah. Tapi anehnya gerakan-gerakan Kiai
Idrus Ramli malah dituding dibiayai Syiah.
"Ada yang melaporkan saya kepada Rais Syuriah PWNU kalau saya dibiayai
Syiah," kata Kiai Idrus Ramli kepada BANGSAONLINE.com.
"Kan aneh. Seharusnya orang yang membela Syiah yang dituduh dibiayai
Syiah," imbuhnya.
Menurut dia, orang yang melaporkan itu menyatakan, jika dirinya
menyerang Syiah, maka yang membiayai adalah Wahabi. Tapi kalau dirinya
menyerang Wahabi, maka yang membiayai adalah Syiah.
"Padahal saya tak pernah membela Syiah dan Wahabi," katanya. "Kalau
seandainya saya menyerang Wahabi dan membela Syiah karuan saya dibayar
Syiah. Atau saya menyerang Syiah dan membela Wahabi, wajar saya
dibiayai Wahabi. Tapi saya kan tak pernah membela Syiah dan Wahabi,"
jelasnya.
Sebelumnya ia pernah bercerita kalau pernah diundang kelompok Wahabi
sebagai pembicara. "Mereka tidak berani dialog sendiri dengan Syiah,
kita yang disuruh ngomong," katanya.
Ia diminta menjelaskan kesalahan-kesalahan Syiah dan ia pun
melakukanya. Syiah tidak hanya salah dalam berakidah, tetapi juga
beribadah. "Syiah itu salatnya tiga waktu dan salat Jum'at tidak
wajib. Jika salat tangan mereka begini (tegap dan tidak bersedekap),"
katanya.
Tapi ia tidak tahan juga menjelaskan kesalahan-kesalahan Wahabi. "Maka
kita jangan ragu mengatakah Wahabi itu bukan ahlussunnah wal jamaah,
kenapa? Karena meskipun mereka mengambil hadits Bukhari dan Muslim,
hadits yang dipilih hanya yang sesuai dengan kepentingannya. Mereka
hanya mengambil hadits 'Kullu bid'atin dholalah'. Hadits yang diambil
cuma satu, yang lain tidak. Saya katakan anda bukan ahli hadits, tapi
ahli hadats (ahli membid'ahkan, red)," katanya.
"Setelah dialog itu saya ditanya oleh seorang wartawan dari Wahabi.
Kenapa anda menyerang Wahabi juga? Bukannya musuh kita Syiah? Saya
menjawab, oh saya tidak menyerang. Saya hanya merespon. Mengapa saya
tidak menyerang? Karena merespon saja sudah cukup. Saya tegaskan
kepada wartawan itu, saya tidak menyerang Wahabi, karena serangan
belum dimulai," katanya.
Menurut dia, Syiah dan Wahabi itu sangat anti NU. Kelompok Syiah tidak
suka dengan para sahabat Nabi yang disimbolkan dengan kebencian mereka
kepada tiga sahabat utama Nabi yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman.
Sementara kelompok Wahabi tidak suka tradisi, tidak suka istighatsah,
tidak suka berdzikir seperti yang sudah dijalankan oleh umat Islam
Nusantara.
Dari sini lah para ulama mengembangkan syair khusus yang selain berisi
dzikir juga berisi puji-pujian kepada para sahabat Nabi, termasuk
Sayyidina Ali dan Fatimah binti Rasul.
"Astaghfirullah robbal baroya. Astaghfirullah minal khothoya. Robbi
zidni ilman nafi'a. Wawafiqni amalan sholiha. Ya Allahu ya Muhammad ya
Aba Bakar ya Shiddiq, ya Umar Usmanu Ali, Siti Fatimah binti Rosuli."
Syair ini sekaligus merupakan penegasan bahwa ulama Nusantara
berhadapan dengan Wahabi dan Syiah sekaligus.
"Saya berkeliling dari Sabang sampai Merauke, dzikir dan puji-pujian
seperti ini ada di masjid-masjid dan musholla," katanya. Ia mengajak
para jamaah berdzikir. Ia pun memulai dan semua pun larut dalam
dzikir.
Apa kunci sukses penyebaran Islam di Indonesia? Tidak lain karena para
penyebar Islam sangat menghargai tradisi Islam. Menurut Idrus Ramli,
tradisi yang baik menjadi salah satu sumber hukum Islam. Beberapa
ibadah umat Islam yang diajarkan Nabi juga merupakan peninggalan dari
agama Yahudi dan orang-orang zaman jahiliyah.
Demikilanlah juga yang dijalankan oleh para penyebar Islam di
Indonesia. Berbagai tradisi yang dijalankan oleh penduduk Nusantara
seperti upacara kehamilan, kelahiran, dan kematian diislamisasi
sedemikian rupa oleh para penyebar Islam di Indonesia.
"Tradisi yang sudah dijalankan itu diislamisasi. Dulu kalau ada orang
meninggal, para tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka makan-makan,
ada yang sambil minum-minum dan bermain judi. Kemudian oleh para ulama
kita kumpul-kumpul ini diisi dengan berdzikir dan berdoa," katanya.
Jika tradisi yang berlaku itu tidak bisa diislamisasi, maka yang
dilakukan para ulama adalah meminimalkan mudaratnya. Ia mencontohkan
tradisi buang kepala kerbau atau sapi untuk menghindari bencana gunung
merapi. Menurut Ustadz Idrus, orang-orang dulu membuang gadis untuk
menolak bencana.
"Oleh ulama kita, upacara membuang gadis ini diganti dengan membuang
kepala kerbau. Lagi pula di negara-negara tetangga kepala kerbau tidak
dimakan, hanya di Indonesia saja semua dimakan, karena kita ini memang
kreatif," katanya.
Semua tradisi baik yang sudah diislamisasi itu juga mempunyai dasar
legitimasi dari Al-Qur'an dan Hadits atau dari para Sahabat Nabi.
"Jika ada yang tidak tahu dasarnya berarti ngaji dia belum sampai ke
situ," katanya.
(sumber BANGSAONLINE.com)
Komentar
Posting Komentar