Saya terhenyak ketika tak sengaja membaca ulang beberapa puisi dari
Jalaludin Rumi, salah satu tokoh sufisme dunia yang baitnya kurang
lebih seperti berikut:
"...silince is the language of God, all else is poor translation.."
artinya:
"...diam adalah bahasa Tuhan, segala yang lainnya adalah terjemahan buruk..."
Sebuah bait puisi yang sangat mengingatkan sosok Prabowo Subianto ini.
Ya, memang akhir-akhir ini Prabowo Subianto sangat irit mengeluarkan
statement. Lebih banyak diam, kalau pun berbicara selalu yang
singkat-singkat saja. Hal yang bagi pendukungnya tentu bikin gemas dan
geregetan. Apalagi dalam situasi kehidupan riil yang sedang
sulit-sulitnya. Rakyat butuh pegangan dan komando.
Saya bisa memahami, Prabowo sudah kenyang asam garam dan pengalaman
dalam hidup. Sudah banyak situasi yang mengharu biru oleh nikmat
hingga membiru lebam karena begitu pahitnya. Aneka fitnah, tekanan dan
hal lainnya sudah khatam dijalaninya.
Boleh jadi, beliau sedang merasakan adanya situasi yang memaksanya
untuk lebih baik diam. Lebih banyak berbicara dengan alam dan
Tuhannya.
Hal yang tentu saja juga membuat banyak orang yang berbeda kubu juga
mendadak blingsatan. Ingin memelintir statment, tapi tak ada bahan
plintiran. Ingin mencela, bingung mencela sisi yang mana? Ini tak
ubahnya melempar batu ke tengah danau yang tenang.
Plung! danau beriak sedikit lalu kembali hening.
Namun, bukan iblis namanya jika tidak kehabisan akal. Dibisikannya
trik lain untuk tetap membuat nama Prabowo rusak dalam heningnya.
Dibuatlah keyoword "ANAK BUAH PRABOWO" dalam judul berita tersebut
untuk memperbanyak sentimen negatif.
Lumayan, sudah ada ribuan keyword ini beredar di laman pencarian
google. Lebih dari puluhan ribu link dengan kalimat ini. Walau isi
tidak ada nyambung dengan sosok Prabowo yang asli, pokoknya tujuannya
satu: rusak nama Prabowo!
Ya, silahkan. Teruskan saja sepuasnya kalau itu membuat para oknum
media tetap hidup dan merasa bahagia. (Hazmi Srondol)
Jalaludin Rumi, salah satu tokoh sufisme dunia yang baitnya kurang
lebih seperti berikut:
"...silince is the language of God, all else is poor translation.."
artinya:
"...diam adalah bahasa Tuhan, segala yang lainnya adalah terjemahan buruk..."
Sebuah bait puisi yang sangat mengingatkan sosok Prabowo Subianto ini.
Ya, memang akhir-akhir ini Prabowo Subianto sangat irit mengeluarkan
statement. Lebih banyak diam, kalau pun berbicara selalu yang
singkat-singkat saja. Hal yang bagi pendukungnya tentu bikin gemas dan
geregetan. Apalagi dalam situasi kehidupan riil yang sedang
sulit-sulitnya. Rakyat butuh pegangan dan komando.
Saya bisa memahami, Prabowo sudah kenyang asam garam dan pengalaman
dalam hidup. Sudah banyak situasi yang mengharu biru oleh nikmat
hingga membiru lebam karena begitu pahitnya. Aneka fitnah, tekanan dan
hal lainnya sudah khatam dijalaninya.
Boleh jadi, beliau sedang merasakan adanya situasi yang memaksanya
untuk lebih baik diam. Lebih banyak berbicara dengan alam dan
Tuhannya.
Hal yang tentu saja juga membuat banyak orang yang berbeda kubu juga
mendadak blingsatan. Ingin memelintir statment, tapi tak ada bahan
plintiran. Ingin mencela, bingung mencela sisi yang mana? Ini tak
ubahnya melempar batu ke tengah danau yang tenang.
Plung! danau beriak sedikit lalu kembali hening.
Namun, bukan iblis namanya jika tidak kehabisan akal. Dibisikannya
trik lain untuk tetap membuat nama Prabowo rusak dalam heningnya.
Dibuatlah keyoword "ANAK BUAH PRABOWO" dalam judul berita tersebut
untuk memperbanyak sentimen negatif.
Lumayan, sudah ada ribuan keyword ini beredar di laman pencarian
google. Lebih dari puluhan ribu link dengan kalimat ini. Walau isi
tidak ada nyambung dengan sosok Prabowo yang asli, pokoknya tujuannya
satu: rusak nama Prabowo!
Ya, silahkan. Teruskan saja sepuasnya kalau itu membuat para oknum
media tetap hidup dan merasa bahagia. (Hazmi Srondol)
Komentar
Posting Komentar